Senin, 18 Agustus 2014



 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.     Pelayanan Kesehatan
            Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi (Kemenkes RI, 2010).
            Institusi penyedia pelayanan kesehatan dapat dibedakan berdasarkan tingkatan pelayanan yang tersedia yaitu pelayanan strata I (primary health care services) yang menyediakan pelayanan kesehatan dasar contohnya puskesmas, dokter atau bidan praktek swasta, balai pengobatan swasta, dan lain sebagainya. Dan pelayanan kesehatan strata II (secondary health care services) menyediakan pelayanan spesialis terbatas, serta pelayanan kesehatan strata III (tertiary health care services) menyediakan pelayanan spesialis lengkap ( Muninjaya, 2011)
            Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan di pimpin oleh seorang tenaga medis  (Kemenkes RI, 2012).
            Menurut Feste (1989), dalam Azwar (1996), bentuk pelayanan rawat jalan dibedakan atas dua macam:
1.      Pelayanan rawat jalan oleh klinik Rumah Sakit, adalah yang diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitannya dengan Rumah Sakit yang secara umum dapat dibedakan atas empat macam :
a.       Pelayanan    gawat   darurat,    yakni   untuk  menangani  pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan mendadak.
b.      Pelayanan rawat jalan paripurna yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai dengan kebutuhan pasien.
c.       Pelayanan rujukan yakni yang hanya melayani pasien-pasien yang dirujuk oleh sarana kesehatan lain.
d.      Pelayanan bedah jalan yakni yang memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.
2.      Pelayanan rawat jalan oleh klinik mandiri, adalah yang diselenggarakan oleh klinik mandiri yang tidak ada hubungan organisatoris dengan Rumah Sakit, yang secara umum dapat dibedakan atas dua macam :
a.       Klinik mandiri sederhana, yang populer adalah praktek dokter umum dan atau praktek doter spesialis secara perorangan.
b.      Klinik mandiri institusi, bentuknya bermacam-macam. Mulai dari praktek berkelompok, poliklinik, BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak), Puskesmas.   
            Pelayanan rawat jalan (ambulatory services) adalah salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap, tidak hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau klinik tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien serta di rumah perawatan (nursing homes), (Feste (1989), dalam Azwar, 1996)
            Rawat jalan tingkat pertama adalah  pelayanan kesehatan perorangan  yang bersifat umum yang dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.  Sedangkan rawat jalan tingkat lanjutan adalah pelayanan kesehatan perseorangan yang bersifat spesialistik atau subspesialistik dan dilaksanakan pada pemberi pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan sebagai rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi tanpa menginap di ruang perawatan (Kemenkes RI, 2012).

2.2.      Standar Pelayanan Kesehatan
            Menurut Koentjoro, 2011, Standar adalah ukuran yang ditetapkan dan disepakati bersama, merupakan tingkat kinerja yang diharapkan. Standar dalam pelayanan kesehatan akan memberikan manfaat antara lain mengurangi variasi proses, merupakan persyaratan profesi, dan dasar untuk mengukur mutu.
            Terdapat 3 jenis standar yang kita kenal, yakni:
1.  Standar struktur, yaitu sumber daya manusia, uang, material, peralatan, dan mesin.
2. Standar proses, yakni tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan.
3.  Standar hasil, yakni hasil-hasil yang diharapkan
            Standar pelayanan kesehatan harus memenuhi 10 karakteristik standar, yaitu valid, menunjukkan efektifitas biaya, dapat dikembangkan (reproducible), reliabel,    representatif,     dapat     diterapkan     (applicable),     fleksibel,     jelas, didokumentasikan dengan baik, dan dikaji ulang secara berkala.
            Menurut Mubarak dan Chayatin, 2009, suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Tersedia (available) dan berkesinambungan (continous). Artinya dan semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2.      Dapat  diterima   (acceptable)  dan  bersifat  wajar  (appropriate).  Artinya
pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3.      Mudah dicapai (accesible). Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4.      Mudah dijangkau (affordable). Keterjangkauanyang dimaksud adalah dari sudut biaya. Harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5.      Bermutu (quality). Mutu yang dimaksud disini adalah merujuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan. 

2.3.            Kualitas Pelayanan Kesehatan
Kualitas  jasa  merupakan  bagian  penting  yang perlu mendapat perhatiandari organisasi penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti RS dan Puskesmas. Pengemasan kualitas jasa yang akan diproduksi harus menjadi salah satu strategi pemasaran RS atau Puskesmas yang menjual jasa pelayanan kepada pengguna jasanya (pasien dan keluarganya), (Muninjaya,2004).
            Kualitas atau mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Suatu produk dikatakan bermutu apabila dapat memberikan kepuasan, sesuai dengan yang diharapkan konsumen (Mubarak dan Chayatin, 2009).
            Mutu pelayanan kesehatan menurut Kemenkes RI adalah meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga  sesuai  dengan  standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan  (Muninjaya,
2011)
            Berikut beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan:
1.      Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996).
2.      Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter;karyawan (Mary R. Zimmerman) (Satrianegara dan Saleha, 2012).

2.4.             Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
            Kualitas pelayanan kesehatan akan sangat ditentukan apabila kebutuhan atau ekspektasi para pengguna jasa bisa terpenuhi dan diterima tepat waktu. Faktor yang digunakan konsumen untuk mengukur kualitas jasa adalah outcome, proses, dan image dari jasa tersebut. Menurut Gronroos dalam Muninjaya, 2011, ketiga kriteria  tersebut dijabarkan menjadi 6 unsur :
1.      Profesional and skills
Di bidang pelayanan kesehatan, kriteria ini berhubungan dengan outcome, yaitu tingkat kesembuhan pasien. Pelanggan menyadari bahwa jasa pelayanan kesehatan dihasilkan oleh SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berbeda. Dokter dan petugas kesehatan menjadi faktor produksi utama yang akan menentukan hasil (outcome) pelayanan kesehatan, termasuk yang akan menjamin tingkat kepuasan para penggunanya.
2.      Attitudes and behaviour
Kriteria sikap dan prilaku staf akan berhubungan dengan proses pelayanan.
Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan merasakan kalau dokter dan para medis rumah sakit sudah melayani mereka dengan baik sesuai SOP pelayanan. Situasi ini ditunjukkan oleh sikap dan prilaku positif staf yang akan membantu para pengguna pelayanan kesehatan mengatasi keluhan sakitnya.
3.      Accessibility and flexibility
Kriteria penilaian ini berhubungan dengan proses pelayanan. Pengguna jasa pelayanan akan merasakan bahwa institusi penyedia pelayananjasa, lokasi, jam kerja, dan sistemnya dirancang dengan baik untuk memudahkan para pengguna mengakses pelayanan sesuai dengan kondisi pengguna jasa (fleksibilitas), yaitu disesuaikan dengan keadaan sakit pasien, jarak yang harus ditempuh,  tarif pelayanan,  dan  kemampuan  ekonomi  pasien atau
keluarga untuk membayar tarif pelayanan.
4.      Reliability and trustworthiness
Kriteria penilaian ini juga berhubungan dengan proses pelayanan. Pengguna jasa pelayanan kesehatan bukan tidak memahami resiko yang mereka hadapi jika memilih jasa pelayanan yang ditawarkan oleh dokter. Misalnya, operasi caesar pada sebuah persalinan. Pasien dan keluarganya sudah mempercayai sepenuhnya dokter yang akan melakukan tindakan operasi tersebut karena pengalaman dan reputasinya. Untuk itu, operasi caesar yang ditawarkan oleh dokter kepada ibu bersalin dan suaminya tetap dapat diterima meskipun pasien dan suaminya mengetahui resiko yang akan dihadapi. 
5.      Recovery
Kriteria penilaian ini juga berhubungan dengan proses pelayanan. Pelanggan memang menyadari kalau ada kesalahan atau resiko akibat tindakan medis yang diambil, tetapi para pengguna jasa pelayanan mempercayai bahwa institusi penyedia jasa pelayanan sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap mutu pelayanan yang ditawarkan kepada publik untuk mengurangi resiko medis yang akan diterima pasien.
6.      Reputation and credibility
Kriteria ini berhubungan dengan image. Pelanggan akan meyakini benar bahwa institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan memang memiliki reputasi baik, dapat dipercaya, dan punya nilai (rating) tinggi di bidang pelayanan kesehatan. Keparcayaan ini sudah  terbukti dan reputasi pelayanan yang sudah ditunjukkan selama ini oleh institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan ini.
Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi, 2013, selain dari segi biaya, kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri atas aspek-aspek berikut:
1.      Kinerja (performance). Kinerja disini merujuk pada karakter produk inti yang meliputi merk, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu.
2.      Keistimewaan produk (features). Dapat berbentuk produk tambahandari suatu produk intiyang dapat menambah nilai suatu produk.
3.      Reliabilitas/ keterandalan (reliability). Dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu periode
4.      Kesesuaian   (conformance).   Dimensi   lain    yang   berhubungan    dengan  kualitas  suatu  barang adalah kesesuaian  pruduk  dengan  standar
dalam industrinya.
5.      Ketahanan (durability). Ukuran ketahanan (atau daya tahan) suatu produk meliputi segi ekonomis sampai dengan segi teknis.
6.      Kemampuan pelayanan (serviceability). Kemampuan pelayanan bisa juga disebut dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan, dan kemudahan
 produk untuk diperbaiki.
7.      Estetika (aesthetics). Estetika merupakan dimensi pengukuran yang paling subjektif. Estetika suatu produk dilihat dari bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, baik itu bagaimana penampilan luar suatu produk, rasa, maupun bau.
8.      Kualitas yang dirasakan (perseived quality). Konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai atribut-atribut produk (jasa). Namun, konsumen umumnya memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung, misalnya melalui merk, nama, dan negara produsen.
            Sedangkan Parasuraman, Zeithami dan Berry (dalam Muninjaya,2011dan Lupiyoadi, 2013) menganalisis dimensi kualitas  jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama  ServQual. Kelima dimensi mutu menurut Pasuraman dkk, meliputi :
1.      Responsiveness (ketanggapan)
Dimensi ini dimasukkan kedalam kemampuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan.
2.      Reliability (keandalan)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan (seperti dalam brosur). Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.
3.      Assurance (jaminan)
Kriteria  ini berhubungan  dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat
petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko. Berdasarkan riset, dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.
4.      Empathy (empati)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan mereka. Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus  staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya.
5.      Tangible (berwujud)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak external. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contohnya : gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.


2.5.            Minat Kunjungan Ulang
Menurut Notoatmodjo (2010), Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam prilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:
1.      Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa. Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Alasan lain adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif, dan sebagainya.
2.      Tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti yang telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah mendatangkan kesembuhan.
3.      Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional. Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.
4.      Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern (profesional) yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan kedalam balai pengobatan, puskesmas, dan Rumah Sakit termasuk mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan  modern  yang  diselenggarakan oleh doter praktik (private medicine).
Kualitas  jasa  pelayanan kesehatan akan sangat ditentukan   apabila kebutuhan
atau ekspektasi para pengguna jasa bisa terpenuhi dan dirterima tepat waktu. Untuk itu, para penyedia  jasa pelayanan kesehatan harus mampu memenuhi harapan pengguna jasa. Dua hal yang mempengaruhi kualitas jasa adalah expected services dan perceived services. Jika perceived services sesuai dengan expected services, jasa pelayanan kesehatan dapat dikatakan berkualitas dan para pengguna jasa pelayanan akan puas (Muninjaya, 2011)
Pelanggan adalah sesorang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut (Lupiyoadi, 2013)
Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi, 2013, hubungan antar kualitas dan keuntungan jangka panjang terlihat dalam dua hal, yaitu faktor keuntungan external yang diperoleh dari kepuasan pelanggan dan keuntungan internal yang diperoleh dari adanyan perbaikan efisiensi produk. Keuntungan external yang dimaksud dapat diimplikasikan dalam proses produksi suatu barang (jasa), yaitu dimana kualitas produk (jasa) yang diberikan oleh perusahaan dapat menciptakan suatu persepsi positif dari pelanggan terhadap perusahaan serta menghasilkan suatu kepuasan dan loyalitas pelanggan. Pasuraman,dkk, dalam Agustini, 2013, mengemukakan bahwa terdapat hubungan secara lansung antara kualitas dengan minat menggunakan ulang.
Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau harapan (expectasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima (Muninjaya,2011)
            Menurut Griffin dalam Agustini, 2013, bahwa loyalitas pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan   keuangan.   Berbeda   dari   kepuasan   yang   merupakan   sikap,    loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan prilaku membeli. Pelanggan yang loyal adalah orang yang :
1.      Melakukan pembelian berulang secara teratur
2.      Membeli antarlini produk dan jasa
3.      Mereferensikan kepada orang lain
4.      Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
            Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor  (Muninjaya, 2004) :
1.      Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.
2.      Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience).
3.      Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya, “yang penting sembuh” menyebabkan meereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.
4.      Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility)
5.      Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).
Ketepatan   jadwal   pemeriksaan  dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.
6.      Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
7.      Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness). 
            Menurut Sulastomo (2000), dalam Agustini (2013), faktor-faktor atau variabel yang mempengaruhi keputusan pasien untuk berkunjung ulang (berobat) ke rumah sakit yaitu sebagai berikut :
1.      Pelayanan dokter (profesional)
2.      Keamanan (tingkat kehilangan HP, kendaraan dan barang lain)
3.      Lokasi (strategis, mudah dijangkau)
4.      Kebersihan (lantai dan lingkungan rumah sakit)
5.      Menu makanan (cita rasa makanan pasien)
6.      Waktu tunggu (menunggu dokter dan menunggu obat)
7.      Parkir (luas dan akses mudah)
8.      Pelayanan IGD (respons pelayanan)
9.      Ketersediaan obat-obatan
10.  Jam buka (waktu kunjungan sebelum dan sesudah jam kantor)

2.6.            Penelitian Terkait
1.      Eka  Octavia   Sutrisna   (2011),  hasil   penelitiannya   menunjukkan
bahwa ada hubungan antara fasilitas fisik (tangibles), keandalan (realibility), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy) dengan mutu pelayanan Rawat Jalan terhadap Peserta Askes Sosial di Poliklinik Penyakit Dalam RSMH Palembang tahun 2011.
2.      Retno Sundari (2012), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan
antara minat pasien, norma subjektif, dan pengalaman masa lalu terhadap minat pasien menggunakan ulang jasa pelayanan rawat jalan di UPT Klinik Kesehatan Universitas Sriwijaya tahun 2012.
3.      Heni Putri Agustini (2013), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan antar akses pelayanan, interaksi petugas dengan pasien, keamanan pelayanan, dan kenyamanan pelayanan terhadap minat kunjungan ulang di Instalasi Rawat Inap RS Pusri Palembang tahun 2013.

2.7.             Kerangka Teori
Kebanyakan penilaian para pengguna jasa pelayanan kesehatan lebih mementingkan proses pelayanan dibandingkan outcome. Karena itu, menjaga mutu sebuah pelayanan kesehatan akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen dan komite medik penyedia jasa pelayanan kesehatan dalam menjaga reputasi institusi dan kepercayaan pelanggan terhadap para dokter dan para medis serta tetap menjaga dan mengasah keterampilan dan profesionalisme tenaga medis dan paramedisnya sesuai dengan tingkat perkembangan teknologi kedokteran.  Dari uraian tersebut, Pasuraman, Zeithami dan Berry menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu (servQual), yaitu: ketanggapan (responsiveness), keandalan (reliability), jaminan (assurance), empati (empathy), dan berwujud (tangible). Jika kualitas pelayanan yang diterima pelanggan, maka perusahaan akan memperoleh keuntungan dengan perilku pelanggan membeli kembali produk jasa yang ditawarkan.
            Berikut ini merupakan diagram dimensi kualitas pelayanan menurut Pasuraman, dkk seperti pada gambar 2.1 di bawah ini:
Kualitas  pelayanan
1.      1. Ketanggapan
2.      2. Keandalan
3.      3. Jaminan
4.      4. Empati
5.   Wujud


Kepuasan pelanggan dan pembelian ulang
 







Gambar 2.1
Kerangka Teori Penelitian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar